Senin, 06 Februari 2012

pdk


BELAJAR DAN FUNGSI MOTIVASI DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

Tujuan Pembelajaran
Agar mahasiswa mampu:
  1. Menjelaskan pengertian belajar
  2. Menjelaskan fungsi motovasi dalam proses pembelajaran
  3. Mengklasifikasi teori belajar
  4. Membentuk kelompok belajar
  5. Mendemonstrasikan fungsi motivasi mempengaruhi minat belajar
Pengertian
Belajar adalah proses internal dalam diri manusia maka guru bukanlah merupakan satu-satunya sumber belajar, namun merupakan salah satu komponen dari sumber belajar yang disebut orang. AECT (Associationfor Educational Communication and Technology) membedakan enam jenis sumber belajar yang dapat digunakan dalam proses belajar, yaitu:
1.      Pesan; didalamnya mencakup kurikulum (GBPP) dan mata pelajaran.
2.      Orang; didalamnya mencakup guru, orang tua, tenaga ahli, dan sebagainya.
3.      Bahan;merupakan suatu format yang digunakan untuk menyimpan pesan pembelajaran,seperti buku paket, buku teks, modul, program video, film, OHT (over head transparency), program slide,alat peraga dan sebagainya (biasa disebut software).
4.      Alat; yang dimaksud di sini adalah sarana (piranti, hardware) untuk menyajikan bahan pada butir 3 di atas. Di dalamnya mencakup proyektor OHP, slide, film tape recorder, dan sebagainya.
5.      Teknik; yang dimaksud adalah cara (prosedur) yang digunakan orang dalam membeikan pembelajaran guna tercapai tujuan pembelajaran. Di dalamnya mencakup ceramah,permainan/simulasi, tanya jawab, sosiodrama (roleplay), dan sebagainya.
6.      Latar (setting) atau lingkungan; termasuk didalamnya adalah pengaturan ruang, pencahayaan, dan sebagainya. Bahan & alat yang kita kenal sebagai software dan hardware tak lain adalah media pendidikan. Di bawah ini akan diuraikan dengan lebih lengkap mengenai media pengajaran dalam pendidikan.


Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pembelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
1.        Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
1.      Reinforcement and Punishment;
2.      Primary and Secondary Reinforcement;
3.      Schedules of Reinforcement;
4.      Contingency Management;
5.      Stimulus Control in Operant Learning
6.      The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah: Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon



Teori Belajar Menurut Watson

Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.

Teori Belajar Menurut Clark Hull

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

Teori Belajar Menurut Skinner

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

Analisis Tentang Teori Behavioristik

Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997). Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon. Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.  Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
  • Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
  • Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
  • Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.

Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi. Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
Dalam kegiatan pembelajaran, hasil belajar dinyatakan dalam rumusan tujuan. Oleh karena setiap mata pelajaran/ bidang studi menuntut hasil belajar yang berbeda dari mata pelajaran atau bidang studi lainnya. Maka banyak para ahli mengemukakan jenis- jenis hasil belajar. Dalam makalah ini penulis akan membahas jenis- jenis belajar menurut Gagne dan Bloom

1. Jenis- jenis Hasil Belajar Menurut Gagne
Gagne mengelompokkan hasil belajar ke dalam lima kategori berikut (Gredler, 2009: 177-179) :
a.       Informasi Verbal (Verbal Information)
Informasi verbal adalah kemampuan yang menuntut siswa untuk memberikan tanggapan khusus terhadap stimulusnya yang relatif khusus. Dalam kemampuan ini atau menerapkan aturan. Untuk menguasai kemampuan ini siswa hanya dituntut untuk menyimpan informasi dalam sistem ingatannya.
b.      Kemampuan Intelektual (Intelektual Skill)
Keterampilan intelektual adalah kemampuan yang menuntut siswa untuk melakukan kegiatan kognitif yang unik. Unik disini adalah bahwa siswa harus mampu memecahkan masalah dengan enerapkan informasi yang belum pernah dipelajari. Yang termasuk dalam keahlian intelektual adalah “membedakan, menggabungkan, mentabulasi, mengklasifikasi, menganalisa, mengukur benda, kejadian, dan simbol lainnya.
Contoh kemampuan yang tergolong keterampilan intelektual diantaranya adalah kemampuan menerapkan rumus dalam menghitung dosis obat, mengelompokkan nama-nama alat dalam melakukan prosedur tindakan.
c.       Strategi kognitif (Cognitif Strategies)
Strategi kognitif mengacu pada kemampuan mengontrol proses internal yang dilakukan oleh individu dalam memilih dan memodifikasi cara berkonsentrasi, belajar, mengingat dan berfikir. Siswa yang telah menguasai kemampuan strategi kognitif akan mendapat kemudahan dalam berkonsentrasi belajar, mengingat dan berfikir.
Salah satu contoh strategi kognitif untuk mengingat adalah mnemonic system. Misalnya untuk mengingat Tanda-Tanda Vital digunakan kata TTV.
d.       Sikap (Attitude)
Mengacu pada kecenderungan untuk membuat pilihan atau keputusan untuk bertindak dibawah kondisi tertentu. Dikaitkan dengan hasil belajar, sikap adalah kemampuan siswa dalam menentukan pilihan atau bertindak sesuai dengan sistem nilai yang diyakini.
Contohnya siswa dapat bekerjasama dalam mengerjakan tugas, bersikap terbuka terhadap kritik dan pendapat orang lain.
e.       Keterampilan Motorik
Keterampilan motorik mengacu pada kemampuan melakukan gerakan atau tindakan yang terorganisasi yang direfleksikan melalui kecepatan, ketepatan, kekuatan dan kehalusan.
Contohnya kemampuan melakukan perawatan luka dengan tepat.
2. Jenis- jenis Hasil Belajar Menurut Bloom Dkk.
Menurut Bloom dkk., tujuan atau hasil belajar digolongkan menjadi tiga domain (Gredler, Margaret, 2009: 56) yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.
a.      Kognitif
Menurut Bloom dkk segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan mengahapal, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi.dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang atau aspek yang dimaksudkan:
Lama (1956)
Baru (2001)
Pengetahuan
Mengingat
Pemahaman
Pemahaman
Penerapan
Mengaplikasikan
Analisis
Menganalisis
 Sintesis
Evaluasi
Evaluasi
Menciptakan
1.      Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat- ingat kembali, pengetahuan atau ingatan. Ini merupakan tingkat proses berfikir paling rendah.
2.      Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan di ingat. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hapalan.
3.      Penerapan adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide- ide umum, tata cara ataupun metode- metode, prinsif- prinsif, rumus- rumus, teori- teori, dan sebagainya. jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi dibandingkan jenjang pengaplikasian.
4.      Analisis adalah kemampuan seseorang untuk merincikan atau menguraikan suatu bahan. Sintesis adalah kemampuan berfikir yang merupakan proses berfikir analisa, setingkat lebih tinggi di banding analisis.
5.      Penilaian adalah merupakan jenjang berfikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom. Penilaian disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi atau ide.
b.      Taksonomi Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai (Setidjadi, 1991:97). Dalam ranah afektif ini terdapat lima aspek yaitu:
1) Receiving (menerima atau memperhatikan), yaitu kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain- lain.
2) Responding (menanggapi), yaitu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadap salah satu cara.
3) Valuing (menilai atau menghargai), yaitu memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek.
4) Organisation (mengatur atau mengorganisasikan), yaitu merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi.
5) Characterisation (karakterisasi), yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

c.        Taksonomi Psikomotorik
Ranah psikomotorik merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotorik adalah ranah yang berhubungan dengan aktifitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari memukul dan sebagainya.
Aspek- aspek yang terdapat di dalam ranah psikomotorik adalah:
1) Naturalisasi, yaitu melakukan gerak dengan gerak wajar dan efisien
2) Merangkaikan, yaitu merangkaikan berbagai gerak
3) Ketepatan, melakukan gerak yang tepat
4) Menggunakan, memanipulasi kata- kata menjadi gerak.
5) Menirukan, menirukan gerak

Fungsi Motivasi Dalam Proses Belajar Mengajar
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai sumber penggerak dalam diri siswa sehingga menimbulkan gairah didalam melakukan aktivitas belajarnya, serta menentukan arah pencapaian hasil belajar yang akan diperoleh. Nasution (1982 : 76) mengemukakan bahwa “motivasi adalah usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi sehingga seorang akan ingin melakukannya, anak yang mempunyai intelegensi tinggi mungkin gagal dalam belajarnya jika kekurangan motivasi”. Menurut pendapat di atas anak yang gagal tidak begitu saja dapat disalahkan mungkin gurulah yang tidak berhasil memberikan motivasi yang dapat membangkitkan kegiatan pada anak. Memberikan motivasi bukan pekerjaan mudah karena motivasi yang berhasil, baik bagi anak-anak atau suatu kelompok belum tentu berhasil bagi anak-anak atau kelompok yang lain. Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat intektual. Perannya akan khas adalah dalam hal gairah atau semangat belajar siswa. Di dalam kelas motivasi bersifat ganda, artinya disatu sisi dapat berpengaruh terhadap peristiwa belajar itu sendiri, sedangkan disisi lain dapat berfungsi dapat berfungsi dalam urusan pengelolaan kelas. Dalam urusan belajar intruksional motivasi dapat menggalakkan rasa ingin tau (coriusty drive), rasa ingin memahami dan berhasil (completency drive), dan rasa bekerja sama (reciprocity drive) pada siswa sedangkan dalam urusan pengelolaan kelas motivasi dapat berpengaruh dalam mengatur tingkah laku siswa. Hakekat pengelolaan kelas tidak lain adalah menyediakan kondisi yang optimal terjadinya proses belajar.
Jadi fungsi  proses belajar mengajar dalam motivasi adalah :
a. Menyediakan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar.
b. Menggiatkan semangat belajar siswa.
c. Menimbulkan atau menggugah minat siswa agar mau belajar.
d. Mengikat perhatian siswa agar senantiasa terikat pada kegiatan belajar.
e. Membantu siswa agar mampu dan mau menemukan dan memiliki jalan atau tingkah laku yang sesuai untuk mendukung pencapaian tujuan belajar maupun hidupnya dimasa mendatang.
Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi, cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya unuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalam kehidupannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi menunjukkan suatu hal yang sangat berguna bagi suatu tindakan atau perbuatan belajar yang dilakukan seseorang siswa. Sebagaimana dikemukakan oleh Sardiman (1986 : 85) menjelaskan bahwa : Motivasi dalam belajar mempunyai fungsi :
·         Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
·         Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
·         Menyeleksi perbuatan, menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi, guna mencapai tujuan-tujuan, dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Motivasi penting bagi siswa dan guru. Bagi siswa motivasi belajar berfungsi untuk menyadarkan kedudukan pada awal belajar dan hasil akhir, menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya, mengarahkan kegiatan belajar, memberikan semangat belajar, dan menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja secara bersinambungan. Motivasi belajar juga penting diketahui oleh seorang guru. Pengetahuan dan pemahaman tentang motivasi belajar pada siswa bermanfaat bagi pengajar, bagi pengajar  motivasi berfungsi untuk :
1. Membangkitkan, meningkatkan dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil.
2. Mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa dikelas bermacam ragam.
3. Meningkatkan dan menyadarkan guru sebagai pendidik.
4. Memberi peluang guru untuk memotivasi siswa belajar sampai berhasil, dengan mengubah siswa tak berminat menjadi bersemangat belajar.
Dengan adanya motivasi yang kuat dapat mendorong siswa melakukan usaha untuk meningkatkan prestasi belajarnya disekolah. Karena dengan motivasi itu dapat membuat seseorang siswa melakukan kegiatan belajar secara aktif dan penuh konsentrasi.
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
 Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
1.      durasi kegiatan;
2.      frekuensi kegiatan;
3.      persistensi pada kegiatan;
4.      ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan;
5.      devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan;
6.      tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan;
7.      tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan;
8.      arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain :
1.    Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya. Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa : Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang; Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
2.    Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
3.    Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan).  Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya; Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan; Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar. Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
4.    Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”. Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.  Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku. Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik


5.    Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu : Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu : Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri; Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai. Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.
6.    Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.
7.    Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah. Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
8.    Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut. Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari. Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas. Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
9.    Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu . Menu rut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan. Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.(akhmadsudrajat.wordpress.com)


DAFTAR PUSTAKA

  1. ^ [Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition, Chicago: Rand Mc. Nally]
  2. Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali
  3. Moll, L. C. (Ed.). 1994. Vygotsky and Education: Instructional Implications and Application of Sociohistorycal Psychology. Cambridge: Univerity Press
  4. Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: Depdikbud
  5. Gagne, E.D., (1985). The Cognitive Psychology of School Learning. Boston, Toronto: Little, Brown and Company
  6. Light, G. and Cox, R. 2001. Learning and TeacTeori Belajar Behavioristik



















BAB IV

KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR


Tujuan Pembelajaran
Agar mahasiswa mampu
  1. Menjelaskan pengertian keterampilan dasar mengajar
  2. Menjelaskan tahap-tahap keterampilan dasar mengajar
  3. Mengelompokkan keterampilan dasar mengajar
  4. Mendemosntrasikan secara bertahap keterampilan dasar mengajar

PENDAHULUAN
Konsep pembelajaran bermakna erat kaitannya empat pilar pendidikan yakni: belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).  Konsep learning to know menyiratkan makna bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai informator, organisator, motivator, diretor, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator bagi siswanya, sehingga peserta didik perlu dimotivasi agar timbul kebutuhan terhadap informasi, keterampilan hidup, dan sikap tertentu yang ingin dikuasainya.  Konsep learning to do menyiratkan bahwa siswa dilatih untuk sadar dan mampu melakukan suatu perbuatan atau tindakan produktif dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Terkait dengan hal tersebut maka proses pembelajaran perlu didesain secara aplikatif agar keterlibatan peserta didik, baik fisik, mental dan emosionalnya dapat terakomodasi sehingga mencapai tujuan yang diharapkan.  Learning to live together merupakan tanggapan nyata terhadap arus individualisme serta sektarianisme yang semakin menggejala dewasa ini. Fenomena ini bertalian erat dengan sikap egoisme yang mengarah pada chauvinisme pada peserta didik sehingga melunturkan rasa kebersamaan dan harga-menghargai.

Sedangkan konsep learning to be, perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih siswa agar mampu memiliki rasa percara diri (self confidence) yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal utama bagi siswa untuk hidup dalam masyarakat.
 Mengantisipasi berbagai fenomena kritik, ada baiknya guru melakukan efikasi diri (kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya dirinya dalam melakukan sesuatu) dan efikasi kontekstual sehingga memiliki semangat konservatif yang tinggi dan terbebas dari titik kejenuhan. Keterampilan mengajar bagi seorang guru adalah sangat penting kalau ia ingin menjadi seorang guru yang profesional, jadi disamping dia harus menguasai substansi bidang studi yang diampu, keterampilan dasar mengajar juga adalah merupakan keterampilan penunjang untuk keberhasilan dia dalam proses belajar mengajar.

Keterampilan dasar mengajar ini adalah merupakan panduan pengajaran mikro dengan menggunakan perangkat Sydney Micro Skills (1973).

Keterampilan Dasar Mengajar ini adalah :
  1. Keterampilan Bertanya
  2. Keterampilan Memberi Penguatan
  3. Keterampilan Mengadakan variasi
  4. Keterampilan Menjelaskan
  5. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran
  6. Keterampilan Memimpin Diskusi Kelompok Kecil
  7. Keterampilan Mengelola Kelas
  8. Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan

Ad.1. Keterampilan Bertanya


Dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan oleh seorang guru tidaklah lepas dari guru memberikan pertanyaan dan murid memberikan jawaban yang diajukan.
Pada kenyataannya di lapangan banyak para guru yang tidak menguasai teknik-teknik dalam memberikan pertanyaan kepada siswa sehingga banyak pertanyaan tersebut hanya bersifat knowledge saja artinya kebanyakan hanya mengandalkan ingatan. Pengertian dan Rasional keterampilan bertanya bertujuan untuk memperoleh informasi, memperoleh pengetahuan dan meningkatkan kemampuan berfikir. Pertanyaan yang diberikan bisa bersifat suruhan maupun kalimat yang menuntut respon siswa.



Tujuan-tujuan dalam memberikan pertanyaan tersebut adalah:
  1. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu pokok bahasan.
  2. Memusatkan perhatian siswa terhadap suatu pokok bahasan atau konsep.
  3. Mendiagnosis kesulitan-kesulitan khusus yang menghambat siswa belajar.
  4. Mengembangkan cara belajar siswa aktif.
  5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengasimilasikan informasi.
  6. Mendorong siswa mengemukakannya dalam bidang diskusi.
  7. Menguji dan mengukur hasil belajar siswa.
  8. Untuk mengetahui keberhasilan guru dalam mengajar.
Pertanyaan yang baik mempunyai berbagai fungsi antara lain:
1.      mendorong siswa untuk berpikir,
2.      meningkatkan keterlibatan siswa,
3.      merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan,
4.      mendiagnosis kelemahan siswa,
5.      memusatkan perhatian siswa pada satu masalah, dan
6.      membantu siswa mengungkapkan pendapat dengan bahasa yang baik.
Keterampilan bertanya dasar terdiri atas komponen-komponen:
1.      pengajuan pertanyaan secara jelas dan singkat,
2.      pemberian acuan,
3.      pemusatan,
4.      pemindahan giliran,
5.      penyebaran,
6.      pemberian waktu berpikir, dan
7.      pemberian tuntunan.
Keterampilan bertanya lanjut terdiri dari komponen:
1.      pengubahan tuntutan kognitif dalam menjawab pertanyaan,
2.      pengaturan urutan pertanyaan,
3.      penggunaan pertanyaan pelacak, dan
4.      peningkatan terjadinya interaksi.
Keterampilan bertanya lanjut terdiri dari komponen:
1.      pengubahan tuntutan kognitif dalam menjawab pertanyaan,
2.      pengaturan urutan pertanyaan,
3.      penggunaan pertanyaan pelacak, dan
4.      penigkatan terjadinya interaksi.
Dalam menerapkan keterampilan bertanya dasar dan lanjut, guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1.      Kehangatan dan keantusiasan.
2.      Menghindari kebiasaan mengulang pertanyaan sendiri, menjawab pertanyaan sendiri, mengajukan pertanyaan yang mengundang jawaban serempak, mengulangi jawaban siswa, mengajukan pertanyaan ganda, dan menunjuk siswa sebelum mengajukan pertanyaan
3.      Waktu berpikir yang diberikan untuk pertanyaan tingkat lanjut lebih banyak dari yang diberikan untuk pertanyaan tingkat dasar.
4.      Susun pertanyaan pokok dan nilai pertanyaan tersebut sesudah selesai mengajar.

Ad.2. Keterampilan Memberi Penguatan
Penguatan adalah suatu respon terhadap suatu tingkah laku dan penampilan siswa. Penguatan adalah suatu respons terhadap suatu tingkah laku siswa yang dapat menimbulkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut.
Penguatan diberikan dengan tujuan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, mengontrol dan memotivasi perilaku yang negatif, menumbuhkan rasa percaya diri, serta memelihara iklim kelas yang kondusif.
Komponen-komponen dalam keterampilan memberi penguatan adalah:
  1. Penguatan Verbal; penguatan ini dapat dinyatakan dalam 2 bentuk yaitu kata atau kalimat.
  2. Penguatan Non Verbal; bisa berupa mimik atau gerakan badan, mendekati, memberi sentuhan atau memberi kegiatan yang menyenangkan, berupa symbol atau benda maupun penguatan tak penuh sepert “yah, jawabanmu sudah baik tetapi masih perlu disempurnakan”
Dalam memberikan penguatan harus diperhatikan prinsip-prinsip berikut.
1.      Kehangatan dan keantusiasan
2.      Kebermaknaan
3.      Hindari respon negatif
4.      Penguatan harus bervariasi
5.      Sasaran penguatan harus jelas
6.      Penguatan harus diberikan segera setelah perilaku yang diharapkan muncul.

Ad.3. Keterampilan Mengadakan Variasi

Variasi dalam kegiatan belajar mengajar dimaksud sebagai proses perubahan dalam pengajaran yang dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu; variasi dalam gaya mengajar, variasi dalam menggunakan alat dan media pembelajaran dan variasi dalam pola interaksi dalam kelas.
Variasi adalah keanekaan yang membuat sesuatu tidak monoton. Variasi di dalam kegiatan pembelajaran dapat menghilangkan kebosanan, meningkatkan minat dan keingintahuan siswa, melayani gaya belajar siswa yang beragam, serta meningkatkan kadar keaktifan siswa.
Komponen keterampilan mengadakan variasi dibagi menjadi 3 kelompok sebagai berikut :
  1. Variasi dalam Gaya Mengajar:
    1. Penggunaan variasi suara
    2. Pemusatan perhatian
    3. Kesenyapan
    4. Mengadakan kontak pandang
    5. Gerakan badan dan mimik
    6. Pergantian posisi guru dalam kelas
  2. Penggunaan Media dan Bahan Pelajaran
    1. Variasi alat/ bahan yang dapat dilihat
    2. Variasi alat yang dapat didengar
    3. Variasi alat yang dapat diraba dan dimanipulasi
  3. Variasi Pola Interaksi dan Kegiatan Siswa
Dalam mengadakan variasi, guru perlu mengingat prinsip-prinsip penggunaannya yang meliputi: kesesuaian, kewajaran, kelancaran dan kesinambungan, serta perencanaan bagi alat/bahan yang memerlukan penataan khsusus.




Ad.4. Keterampilan Menjelaskan

Keterampilan menjelaskan sangat penting bagi guru karena sebagian besar percakapan guru yang mempunyai pengaruh terhadap pemahaman siswa adalah berupa penjelasan. Penguasaan keterampilan menjelaskan yang didemonstrasikan guru akan memungkinkan siswa memiliki pemahaman yang mantap tentang masalah yang dijelaskan, serta meningkatnya keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Menjelaskan adalah penyajian informasi secara lisan yang diorganisasikan secara sistematik yang bertujuan untuk menunjukkan hubungan, antara sebab akibat, yang diketahui dan yang belum diketahui.
keterampilan menjelaskan yang mensyaratkan guru untuk merefleksi segala informasi sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Setidaknya, penjelasan harus relevan dengan tujuan, materi, sesuai dengan kemampuan dan latar belakang siswa, serta diberikan pada awal, tengah, ataupun akhir pelajaran sesuai dengan keperluan
Komponen-komponen Keterampilan Menjelaskan
Komponen keterampilan menjelaskan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:
1.      Merencanakan materi penjelasan yang mencakup:
1.      menganalisis masalah,
2.      menentukan hubungan, serta
3.      menggunakan hukum, rumus, dan generalisasi yang sesuai.
2.      Menyajikan penjelasan, yang mencakup:
1.      kejelasan, yaitu keterampilan yang erat kaitannya dengan penggunaan bahasa lisan,
2.      penggunaan contoh dan ilustrasi, yang bisa dilakukan dengan pola induktif atau deduktif,
3.      pemberian tekanan yang dapat dilakukan dengan berbagai variasi gaya mengajar, dan membuat struktur sajian, dan
4.      balikan, yang bertujuan untuk mendapat informasi tentang tingkat pemahaman siswa, baik melalui pertanyaan mapun melalui tugas.
Penjelasan dapat diberikan pada awal, tengah, dan akhir pelajaran, dengan selalu memperhatikan karakteristik siswa yang diberi penjelasan serta materi/ masalah yang dijelaskan.

Ad.5. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran

Membuka Pelajaran (Set Induction)
Membuka pelajaran atau Set Induction adalah usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan prakondisi bagi siswa agar siap secara mental untuk memusatkan perhatian pada pengalaman belajar yang akan disajikan dengan demikian diharapkan siswa akan mudah mencapai kompetensi belajar yang dipersyaratkan.
Secara khusus tujuan membuka pelajaran adalah untuk:
1.      Mempersiapkan mental siswa agar siap memasuki persoalan yang akan dipelajari atau dibahas dalam proses pembelajaran.
2.      Menarik minat dan perhatian siswa, yang dapat dilakukan dengan:
a.       Memberi keyakinan kepada siswa bahwa materi atau pengalaman belajar yang akan diberikan bermanpaat untuk dirinya.
b.      Menggunakan media dan alat bantu belajar
c.       Melakukan pola interaksi yang bervariasi
3.      Menumbuhkan motivasi belajar siswa, yang dapat dilakukan dengan;
a.       Membangun suasana akrab dan kehangatan sehingga siswa merasa dekat, misalnya menyapa dan berkomunikasi secara kekeluargaan.
b.      Menimbulkan rasa ingin tahu, misalnya mengajak membahas peristiwa atau topik yang sedang hangat dibicarakan oleh masyarakat.
c.       Mengemukakan ide yang bertentangan,misalkan mengemukakan pendapat yang berbeda dengan pendapat masyarakat umum
d.      Memperhatikan minat siswa
e.       Mengaitkan materi atau pengalaman belajar yang akan dilakukan dengan kebutuhan siswa.
4.      Memberikan acuan atau rambu-rambu tentang pembelajaran yang akan dilakukan, yang dapat dilakukan dengan:
a.       Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai serta pemaparan tugas-tugas yang harus dilakukan dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
b.      Menjelaskan urutan atau tahapan-tahapan pembelajaran, sehingga siswa memahami apa yang harus dilakukan.
c.       Menjelaskan tujuan domain pembelajaran yang hendak dicapai setelah proses pembelajaran berlangsung baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
5.      Membuat kaitan atau hubungan antara pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa dengan materi atau pengalaman pelajaran yang akan diberikan kepada siswa.
6.      Membuka pelajaran juga dapat digunakan untuk mengetahui entering behavior atau tingkat kesiapan dan penguasaan siswa terhadap materi yang akan diajarkan.
2. Menutup Pelajaran (Closoure)
Menutup pelajaran (closoure) adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk mengakhiri pelajaran dengan cara menyimpulkan secara menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa serta keterkaitannya dengan pengalaman sebelumnya. Adapun tujuan menutup pelajaran adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar siswa, serta keberhasilan guru dalan pelaksanaan proses pembelajaran.
Untuk menutup pelajaran dapat dilakukan dengan cara:
1.      Menyimpulkan atau membuat garis-garis besar materi pokok pelajaran yang telah dibahas, sehingga siswa memperoleh gambaran yang menyeluruh dan jelas tentang pokok-pokok materi pelajaran.
2.      Mengkonsolidasikan perhatian siswa terhadap hal-hal yang pokok agar informasi yang telah diterima dapat membangkitkan minat untuk mempelajari lebih lanjut.
3.      Mengorganisasikan kegiatan yang telah dilakukan untuk membentuk pemahaman baru tentang materi yang telah dipelajarinya.
4.      Memberikan pos test baik secara lisan, tulisan maupun berbentuk perbuatan.
5.      Memberikan tindak lanjut serta saran-saran untuk memperluas wawasan yang berhubungan dengan materi pelajaran yang telah dibahas serta pemberian tugas-tugas yang harus dikerjakan baik secara individu maupun kelompok untuk menguasai materi pelajaran bagi yang belun tuntas belajar serta sebagai bahan acuan untuk mengadakan program pengayaan bagi siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar.
Disamping cara-cara membuka dan menutup pelajaran seperti yang telah dijelaskan diatas, seorang guru juga harus memperhatikan prinsip-prinsip membuka dan menutup pengajaran, diantaranya:
1.          Hubungan antar pendahuluan dengan inti pelajaran serta dengan tugas-tugas yang akan dikerjakan sebagai tindak lanjut nampak jelas dan logis.
2.          Menggunakan apersepsi, yaitu mengenalkan pokok pelajaran dengan menghubungkan pengertahua yang telah diketahui oleh peserta didik.
3.          Dalam membuka pelajaran harus memberi makna kepada peserta didik, yaitu dengan menggunakan cara-cara yang relevan dengan tujuan dan bahan yang akan disampaikan.

Ad.6. Keterampilan Memimpin Diskusi Kelompok Kecil

Diskusi kelompok adalah merupakah salah satu strategi yang memungkinkan siswa menguasai suatu konsep atau memecahkan suatu masalah melalui suatu proses yang memberi kesempatan berfikir, berinteraksi sosial serta berlatih bersikap positif.
Komponen Keterampilan:
  1. Memusatkan perhatian
  2. Memperjelas masalah atau urunan pendapat
  3. Menganalisa pandangan siswa
  4. Meningkatkan urunan siswa
  5. Menyebarkan kesempatan berpartisipasi
  6. Menutup diskusi

Ad.7. Keterampilan Mengelola Kelas

Mengelola kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan keterampilan untuk mengembalikan pada kondisi belajar yang optimal.
  1. Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal Meliputi:
    1. Menunjukkan sikap tanggap
    2. Membagi perhatian
    3. Memusatkan perhatian kelompok
    4. Memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas
    5. Menegur
    6. Memberi penguatan
  2. Keterampilan yang berhubungan dengan pengembalian kondisi belajar yang optimal meliputi:
    1. Modifikasi tingkah laku
    2. Pengelolaan kelompok
    3. Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah

Ad.8. Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan

Terjadinya hubungan interpersonal yang sehat dan akrab dapat terjadi antara guru-siswa, maupun antara siswa dan siswa, baik dalam kelompok kecil maupun perorangan.
Komponen Keterampilan:
  1. Keterampilan untuk mengadakan pendekatan secara pribadi
  2. Keterampilan Mengorganisasikan
  3. Keterampilan Membimbing dan memudahkan belajar siswa
  4. Keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar



DAFTAR PUSTAKA

Drs. Moh. Uzer Usman Menjadi Guru Profesional . Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Bandung, 1995.
Sumber Strategi Belajar Mengajar karya Udin S. Winataputra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar